BABAK DUA
(Suatu padang
pasir yang sangat amat kering dengan lengkung tajam lereng sebuah bukit karang
yang sangat amat tandus. Kelengangan seolah bertambah lantaran cahaya yang
sangat terang dan menyilaukan. Di sana-sini kelihatan beberapa batang pohon tua
yang hangus di samping puing yang berserak tanda sisa suatu peradaban yang
telah punah. Tak ada sama sekali tanda-tanda kehidupan kecuali pada satu dua
bongkah tanah keras yang ditumbuhi rumput jarang-jarang kering dan liar.
Itulah yang akan
disaksikan penonton ketika babak ini dimulai. Dan biarkan beberapa saat mereka
meneliti pemandangan dari suatu alam serta kebudayaan yang telah hancur.
Fade in
kedengaran pusingan angin putting beliung. Saat demi saat dengung angin itu
bertambah besar serta seram kita dibuatnya. Dan debu kering, pasir kering,
kayu-kayu kering serta sampah kering beterbangan begitu muncul angin dahsyat
itu berpusing-pusing . Cahaya pun segera menjadi keruh)
OS NINI
Wiku!
Wiku!
(Terdengar lirih
seru suara perempuan tua di sela-sela gemuruh desau angin. Tidak lama kemudian terbang berlawanan arah
dua ekor burung Condor dengan suara seraknya. Dari suatu puncak yang tak jelas
lantaran deru debu muncul Nini, petapa perempuan tua)
NINI
Wiku!
Wiku! Albert! Albert! Amin! Amin! Wiku!
(Ia menuruni
lereng sambil terus menyerukan nama suaminya. Tapi tidak ada sahutan sama
sekali. Burung pemakan bangkai tadi kini menjauh serta menyayupkan suaranya)
NINI
Wiku!
Albert! Amin! Tambayong!
(Dekat puing juga ia tak mendapatkan sahutan.
Juga ia tidak menemukan siapa-siapa ketika memeriksa gundukan tanah keras)
NINI
Wiku!
(dan angin pun
reda. Desinngnya menyayup ketika Nini berdiri setengah putus asa digundukan
tanah bercampur puing yang lain. Ia masih tetap berdiri sambil terus meneliti
sekitar lembah sementara cahaya yang panas menyilaukan kembali menggelarkan
kekosongan dan uap. Udara masih sedikit keruh)
NINI
Bandel!
Bandel!
(katanya
setengah menangis sambil duduk. Tubuhnya berselaput debu)
NINI
Lelaki
tua yang bandel. Badung! Sudah saya bilang jangan pergi jauh-jauh. Jangan
lama-lama. Waktu tak menentu. Semua segala kacau balau sekarang. Kita harus
hati-hati. dia belum makan siang lagi. Pasti masuk angin dia.
(menangis ia.
Betul-betul menangis)
OS WIKU
Ni!
Ni!
(Sayup samar terdengar suara tua
memanggil-manggil nama itu. tapi Nini masih menangis karena tak mendengarnya)
OS WIKU
Ni!
Ni!
(Berhenti
menangis Nini. Ia mulai mendengar panggilan itu. ia berdiri)
NINI
Wiku!
OS WIKU (masih lirih,
sayup)
Ni!
(Diamatinya sekitar tapi Nini tetap tak tahu
darimana asal suara kekasihnya)
NINI
Kamu
di mana sayang?
OS WIKU
Di
sini!
NINI
Di
sini di mana?
OS WIKU
Coba
dengarkan baik-baik.
(Lalu kedengaran
bunyi batu yang dipukul-pukulkan pada sesuatu. Nini dengan kekuatan
pendengarannya yang masih penuh dalam ketuaannya, Nini tekun meneliti mencari
sumber bunyi yang makin jelas itu)
NINI (dengan volume yang tepat dan hati-hati)
Wiku
OS WIKU (Makin Jelas)
Saya
di sini, sayang. Di bawah puing.
NINI
Puing
yang sebelah mana?
OS WIKU
Tidak
jauh dari tempat kita menemukan mayat Goldwater kemarin
NINI (ngeh sekarang)
Oh,
Wiku
(Segera Nini mengais-ngais pasir kering dan
sampah yang menggunduk tidak jauh dari sisa tembok tua yang hangus)
NINI
Nah,
uni upahnya anak nakal. Kamu memang badung, untung saya datang tepat waktu.
Kalau tidak, bagaimana coba? Celaka kamu. Kamu tidak akan bisa makan. Mau makan
apa?
(Perempuan tua yang hampir seperti batu itu
betul-betul luar biasa. Walau tua namun tetap perkasa. Dengan susah payah
akhirnya berhasil juga Wiku yang juga purbani itu dikeluarkan dari lubang yang
bertimbun puing, sampah dan pasir karang)
WIKU
Segar.
Segar.
(Serunya sambil senyum lebar. Kayak bangun
tidur saja)
NINI
Segar?
WIKU
Ya,
segar sekali
NINI
Mulai
pikun kamu?
WIKU
I
am not! Tuaku, tuamu, tua kita tua perkasa!
NINI
Kalau
tidak pikun ya sakit jiwa
(Wiku menyanyi sambil membersihkan pakaian
dan tubuhnya)
NINI
Betul-betul
Schizoprenia!
(dengan
gerundelan Nini ikut membantu suaminya membersihkan pakaian dan rambutnya. Wiku
terus saja menyanyi gembira)
NINI
Penyakit
abad 20 jangan di bawa-bawa ke sini. Kacau lagi nanti. Itu kebudayaan jungkir
balik! Yang putih dibilang hitam, yang betul dibilang salah.
(Seperti sedang
menghirup udara segar pagi hari, Wiku mengembangkan ke dua lengannya
lebar-lebar)
NINI
Nah,
baret sedikit. Mudah-mudahan tidak infeksi.
(Katanya sambil
mengobati luka itu dengan ludahnya)
WIKU
Kamu
bilang apa tadi? Saya akan kelaparan kalau saya tidak bisa keluar dari lubang
itu?
NINI
Ya.
Mau makan tanah?
WIKU
Oho,
oho, nee! Di sana saya menemukan sejenis akar yang lembut sekali dan….? Itu
yang lebih sensasional. Sejenis cacing yang juga sangat lembut.
NINI
Oh
ya?
WIKU
Ya,
Sayang.
(Lalu Nini
menghamburkan diri ke dalam pelukans suaminya yang siap menerima dengan
cintanya yang tanpa batas)
NINI
Alhamdulillah.
WIKU
Dua
tanda harapan di tengah kehancuran planet bumi yang malang ini.
NINI
Ini
pasti berita yang menggembirakan hati Sandek muda.
WIKU
Seharusnya
ini jadi headline besar di semua Koran di dunia.
NINI
Tapi
dunia tidak lagi punya Koran.
WIKU
Semua
kota hancur. Semua Negara hancur. Dunia sedang dalam kehancurannya. Bumi hangus
kering dan melepuh. Semua manusia, semua bangsa punah sudah.
(Nini segera
menutup mulut suaminya dengan jemarinya yang berkeriput tapi lentik itu. dan
segera suasana tiba-tiba jadi berubah)
NINI
Tidak
baik kita katakana lagi semua itu.
(Wiku
menganggukan kepala)
NINI
Tidak
perlu kita timbuni kesedihan ini dengan kata-kata sedih.
WIKU
Tapi
tetap saja saya tidak bisa berhenti menyesal. Saya menyesal. Saya menyesal.
Sedikit banyak semua kehancuran ini disebabkan oleh saya.
NINI
Kamu
bilang apa dulu? Ketika ada orang-orang yang memaksa kita member formula Jamu
Dadar Bayi, ramuan penangkal ajal, dan kemudian saya menangis sedih sekali? Apa
yang kamu bilang dulu? Tugas semesat lebih berat dari kita.
(Wiku hanya
terpatung oleh penyesalannya)
NINI
Ayolah,
jangan beku hanya lantaran kesedihan. Jiwa manusia lebih keras daripada kamu,
kamus erring bilang kalau saya sedang murung” Senyum dong. Senyum”.
(Wiku masih
terpaku. Tanpa diketahui mereka, di belakang mengintip Wanara yang sangat
berhaja setengah telanjang itu)
NINI
Tugas
kita masih banyak. Mayat-mayat masih banyak yang mnunggu tangan kita untuk
menguburkan mereka.
(Wiku tersadar
dan bangun dari kesedihannya)
NINI
Ternyata
tidak sedikit mayat-mayat Asia sekalipun sebagian besar, mereka tidak terlibat
dalam perang yang fatal itu.
WIKU
Saya
jadi ingat mayat kepala suku itu. begitu rupanya, hingga saya kagum akan
kegagahannya saya jadi lupa menguburkannya
NINI
Kalau
begitu, ayolah kita kembali bekerja
WIKU
Moga-moga
arwahnya sudi mmaafkan saya
NINI
Ayolah.
(Begitu mereka
bergerak, Wanara lari sembunyi)
WIKU
Kamu
ternyata lebih perkasa dari saya.
NINI
Dan
kamu ternyata lebih perasa dari saya
(Dan begitu
mereka meninggalkan tempay itu, muncul Wanara. Sebentar tengok ke kiri dan
kanan lalu berjalan ke tempat orang-orang tua tadi bicara. Hewankah ia? Bukan.
Manusiakah ia? Entah. Segera ia sembunyi ketika mendengar suara-suara orang datang)
OS BOROK
Modar!
OS RANGGONG
Tidak
ada siapa-siapa?
OS WASKA
Juga
tidak ada tanda apa-apa sama sekali.
(Muncul Borok,
Ranggong dan Waska. Jelas sekarang betapa mereka keadaannya. Paling tidak
sekarang mereka lebih nyata, rambut mereka yang panjang terjuntai dan jambang
serta kumis mereka. Menyaksikan puing dan padang serta lereng yang kerontang
itu mereka bertiga hanya ternganga saja. beberapa saat sama sekali mereka
terbisu. Dan sesekali nongol kepala Wanara dari tempatnya bersembunyi. Ia
kuatir sekali akan tertangkap, karenanya ia cari-cari kesempatan untuk sama
sekali lari dari sana. Tapi belum ada kesempatan itu)
BOROK
Modar!
RANGGONG
New
York hancur seperti juga London dan Paris. Moskow dan new Delhi sama sekali
tidak ada bekasnya.
BOROK
Modar!
Mayat di mana-mana!
RANGGONG
Kuburan
di mana-mana. Tanpa tanda.
BOROK
Jangan-jangan
kiamat sudah berlangsung tanpa kita tahu. Entah sedang dimana kedudukan pesawat
kita ketika semua kehancuran bumi itu terjadi.
RANGGONG
Apa
yang kau pikirkan Waska?
WASKA
Saya
sedang memikirkan pikiran sendiri
BOROK
Modar!
Tak ada komunikasi. Tak ada gelombang radio. Tak ada sinyal, tak ada riak,.
Modar!
RANGGONG
Tapi
kita sempat menangkap percakapan yang tidak jelas dalam pesawat sebelum kita
mendarat. Kesan saya percakapan itu berasal dari pesawat-pesawat tempu
(Waska jongkok dan menjumput rumput kering)
WASKA
Semua
musnah. Bukan saja bumi dan manusia musnah. Bukan saja kebudayaan dan
peradaban. Tapi saya takut hidup justru sedang punah.
BOROK
Saya
pernah memimpikan meledakkan bumi ini. Tapi kalau ternyata akan seperti ini
kehancurannya saya menyesal pernah memimpikan itu.
RANGGONG
Untuk
pertama kali saya tiba-tiba rindu kepada ayah-ibu saya. Kasihan sekali mereka.
Saya selalu membuat mereka susah ketika masih bocah.
WASKA
Sekarang
yang tinggal hanya hening.
(Sejak beberapa saat tadi langit yang
menyilaukan diam-diam berubah warna. Dan kini sekitar seperti sedang dibakar
oleh warna kemerahan yang khas senja. Senja? Tak jelas benar)
BOROK
Modar!
Persetan dengan semua itu! kita kembali kesini bukan untuk piknik. Kita mencari
mati. Apa yang harus kita lakukan sekarang setelah tidak kita temukan petapa
tua itu?
RANGGONG
Kita
pasti akan menemukan gubugnya, kalau kita sudah sampai di danau cermin itu.
tapi danau keheningan itu sudah lenyap entah menjelma apa.
BOROK
Jadi
kemana lagi kita akan cari monyet tua itu?
WASKA
Kita
tunggu
BOROK
Kita
tunggu? Modar!
WASKA
Ranggong
bilang, Wiku dan istrinya tinggal tidak jauh dari sebuah danau yang sangat hening.
RANGGONG
Tapi
danau itu sudah lenyap.
WASKA
Tapi
keheningannya justru masih tinggal dan kini sekitar sini hanyalah keheningan.
Siapa tahu di sini dahulu danau itu berada. Jadi siapa tahu juga saat ini
mereka ada di sekitar sini.
RANGGONG
Jadi
kita tunggu di sini?
WASKA
Selama
hidup kita tidak pernah menunggu. Kita selalu mengejar dan merebut. Ada baiknya
sekarang kita belajar menunggu.
BOROK
Modar!
Hari juga hampir malam.
RANGGONG
Dulu
kala saat seperti ini namanya senja. Sekarang kita tidak tahu apakah sekarang
senja apakah fajar.
WASKA
Dulu
sebelum dulu waktu tidak punya nama. Semua tidak punya nama.
(Kemudian Waska mengambil tempat yang enak
untuk dia baring)
WASKA
Kalau
lapar, kalian boleh makan dulu.
(Ranggong menyalakan rokok, sementara Borok
berjalan ke arah suatu tempat yang agak tinggi. Dan Wanara mencoba nongol tapi
betul-betul ia terkepung. Akhirnya dia Cuma lohok-lohok. Dan segera ia sembunyi
lagi ketika Borok berpaling)
BOROK
Kalau
ternyata dia tidak datang juga?
(Waska sudah terlelap tidur. Mendengkur)
BOROK
Ranggong,
bagaimana kalau ternyata dia atau istrinya sama sekali tidak nongol? Kalau sama
sekali kita tidak temukan dia?
RANGGONG
Pokoknya
kita masih punya harapan.
BOROK
Apa?
RANGGONG
pikiran
BOROK
Modar!
RANGGONG
Sekali-sekali
ada baiknya kamu berpikir.
BOROK
Saya
tidak pernah mau berpikir.
RANGGONG
Karena
itu, berpikirlah sekarang. Pasti pikiranmu cemerlang. Otak yang jarang dipakai
siapa tahu dapat menghasilkan pikiran-pikiran brilyan.
BOROK
Modar!
(Langit
bertambah terbakar tapi kelam sudah membayang)
RANGGONG
Perasaan,
dulu dingin sekali sekitar sini
BOROK
Namanya
Himalaya, tentu saja dingin. Dulu lebih daripada dingin. Kita hampir mati beku
ketika menemui orang pintar itu.
RANGGONG
Tapi
sekarang gerahnya bukan main. Bahkan lebih panas dari padang pasir Afrika.
BOROK
Diam.
RANGGONG
Kenapa?
BOROK
Saya
mulai berpikir
RANGGONG
Bagus.
BOROK
Ternyata
enak juga berpikir. tahu enak begini dulu saya pakai ini otak. Dan kalau saya
sempat pakai otak, pasti kita tidak terperangkap hidup seperti ini.
RANGGONG
Ya,
dulu Cuma waska yang berpikir. kita malas berpikir. jadinya Celaka kita. Sok
raja dia. Sok dewa dia.
BOROK
Tapi
Waska memang hebat.
RANGGONG
Akan
lebih hebat kalau kita bertiga sama-sama pakai otak. Dulu ketika dia menolak
mati dan memaksa kita mencari obat penangkal mati tidak seorang pun juga
diantara kita yang menguji pikiran dan rencananya. Padahal kalau kita pakai
otak kita belum tentu kita terima rencananya untuk hidup abadi.
BOROK
Terlalu
emosional sih dulu kita.
RANGGONG
Karena
itu, mulai sekarang pakailah otakmu, mubajir kalau dibiarkan. Selain itu mulai
sekarang kita akan kritis kepada apa saja yang direncanakannya. Biar dia bos,
belum tentu otaknya sempurna. Dulu juga kita hormati dia terutama karena
fisiknya kuat dan cerdik dalam siasat silat.
BOROK
Diam
lagi!
RANGGONG
Kenapa
lagi?
BOROK
Pikiran
saya mulai menghasilkan. Seru juga. Ini betul-betul hasil produksi perdana yang
perlu dirayakan.
RANGGONG
Jangan
banyak kecap dulu. Coba jelaskan produknya.
BOROK (Mengeja sepertinya)
Bagaimana
sekiranya atau kalau ternyata Wiku dan istrinya sudah lama mati?
RANGGONG
Ini
betul-betul pikiran brilyan yang mengerikan. Untuk menjawab pertanyaan itu
terpaksa kita harus membangunkan Waska.
BOROK
Lho,
kok pakai membangunkan Waska. Pakai otak kamu dulu dong.
RANGGONG
Tidak
perlu. Pikiran kamu menakutkan.
(Buru-buru Ranggong membangunkan Waska yang
sedang nikmat tidur)
RANGGONG
Waska.
Waska.
(Tapi Waska belum mau bangun juga. Ia malah
ganti posisi tidur)
RANGGONG
Waska.
Waska.
BOROK
Jangan-jangan
ia sudah mati. Kalau dia mati duluan saya gecek kepalanya. Tidak solider
namanya. Ayo terus bangunkan.
RANGGONG
Waska.
Bangun. Waska. Gawat. Gawat.
(Akhirnya Waska bangun juga. Nikmat sekali
dia. Segar sekali dia)
WASKA
Nikmat
sekali.
BOROK
Pasti
habis mimpi. Egois!
WASKA
Saya
habis mimpi, indah sekali.
RANGGONG
Mimpi
apa, Waska?
WASKA
Mimpi
mati.
BOROK
Betulkan?
Dia egois. Mimpi mati sendirian.
WASKA
Tidak
sendirian. Saya mimpi mati bersama kalian juga.
BOROK
Itu
baru namanya sosialisme.
RANGGONG
Ceritakan
segera, Waska. Pasti semuanya indah dan
nikmat sekali.
WASKA
Darimana
saya sebaiknya mulai?
BOROK
Yang
penting, bagian-bagian nikmat dari kematian.
WASKA
Dari
awal sampai akhir hanya kenikmatan.
RANGGONG
Kalau
begitu ceritakan dari awal sekali. Ceritakan bagaimana mula-mula kamu tahu akan
mati.
BOROK
Jangan
lupa kamu ceritakan bagaimana rasanya ruh kamu dicabut. Apa seperti gigi
dicabut atau dihentak atau pelan!?
(Waska ketawa geli sendiri)
BOROK
Individualis.
Ketawa sendiri.
WASKA
Tiba-tiba
saya ingat bagian yang lucu.
RANGGONG
Sudahlah.
Jangan bikin penasaran. Ceritakan saja segera selengkapnya.
WASKA
Kalau
tahu mati itu nikmatnya sama dengan senggama dulu, belum tentu saya menolak
ajal. Sialan.
RANGGONG
Komentar
sudah terlalu panjang, Waska. Tapi faktanya mana?
WASKA
Saya
akan ceritakan. Duduklah dulu kalian.
(Kedua temannya segera duduk dekat Waska,
seperti murid sekolah yang akan mendengar gurunya bercerita)
WASKA
Saya
terbaring tidur di ranjang berkelambu. Begitu saya merasa. Bayangkan dulu itu.
(Sebentar Waska diam)
WASKA
Sudah?
BOROK
Apanya?
WASKA
Membayangkan
tidur dalam kelambu merah jambu.
RANGGONG
Tadi
kelambunya kayaknya tidak pakai warna.
WASKA
Ya,
bayangkan sekarang kelambunya warna merah.
(dengan mengambil napas panjang, kedua
temannya mencoba membayangkan)
BOROK
Warna
apa tadi?
RANGGONG
Aduh,
bikin rusak konsentrasi saja. merah jambu!
BOROK
Lupa.
Merah jambu. Yak! Saya siap sekarang. Merah jambu.
WASKA
Lalu
saya mendengar suara seruling.
BOROK
Lagunya
apa.
RANGGONG
Sudah.
Yang penting seruling.
BOROK
Ok.
Seruling.
WASKA
Lalu
kelambu yang gemulai itu tersingkap dengan sendirinya. Kayak otomatis gitu. Dan
muncul wajah yang selalu saya rindukan, Gayah. Gayahku.
BOROK
Ngawur
ah. Biasanya kan yang suka mencabut nyawa malaikat!?
RANGGONG
Yang
mimpi siapa sih? Kan Waska!? Diam dong!
BOROK
Tapi
mana mungkin kekasih pencabut nyawa. Kepercayaan agama mana itu?
WASKA
Mau
aku teruskan nggak?
BOROK
Sorry.
RANGGONG
Maafkan
dia, Waska. Otaknya memang suka dol.
WASKA
Dalam
pakaian merah jambu, Gayah yang cantik semampai…
BOROK
Susah
membayangkan Gayah semampai. Kan dia gembrot.
RANGGONG
Borok.
Sekali lagi kau buka mulut. Saya colok mata kamu!
WASKA
Gayah
lalu berbaring di samping saya yang siap memluk dia. Segera udara mengandung
aroma bunga mawar. Harumnya, dan saya pun segera mabuk oleh bau semerbak bunga
itu. saya hisap habis. Saya dekap Gayah. Wajah saya segera bersembunyi di bawah
dagunya yang bagai pauh dilayang. Lehernya yang jenjang semakinlama semakin
memproduksi wewangian. Saya hisap dalam-dalam.
BOROK
Ini
mimpi mati apa mimpi porno?
RANGGONG
Ilustrasi
kamu berlebihan dan kurang relevan dengan persoalan pokok kita, Waska. Kok mati
rasanya kayak orgasm.
WASKA
Memang.
Kerinduan saya akan mati sama dengan kerinduan saya pada Gayah.
BOROK
Intronya
panjang amat. Bagian nyawa dicabut masih jauh?
WASKA
Masih.
Sebelum nyawa dicabut, saya masih sempat disuguhi wedang bajigur oleh Gayah.
BOROK
Kalau
begitu, tidak perlu diteruskan. Jangan-jangan dengan lukisan mimpi kami kita
malah tidak jadi ingin mati.
RANGGONG
Sekarang
jawab saya pertanyaan ini
BOROK
Pertanyaan
ini gawat.
RANGGONG
Bagaimana
kalau ternyata Wiku dan istrinya sudah mati?
(Bangkit Waska. Tubuhnya meregang. Matanya
melotot, sehingga kedua anak buahnya segera mengerutkan dahi)
RANGGONG
Kepada
siapa kita boleh berharap akan mati?
BOROK
Bahkan
jika tikus pakai mati, kok kita nggak.
RANGGONG
Semua
orang sudah mati
BOROK
Jangan-jangan
kita bukan orang. Saya jadi curiga, kita batu ngkali.
RANGGONG
Apa
tidak sebaiknya kita terbang lagi menuju matahari?
WASKA (Marah)
Kita
akan melakukan apa saja untuk menjadi tiada!
RANGGONG
Kalau
perlu kita ikut perang bersama pesawat-pesawat yang gelombang radionya kita
tangkap itu. tidak peduli berpihak kepada siap. Pokoknya pesawat kita hancur
dan kita bertiga koit. Kita bertiga mati! (berbalik)
BOROK
Susah
amat untuk mati. Dulu perasaan gampang. Ternyata tidak. Pasti ada yang sedang
memermainkan kita.
(berkata begitu, Borok sambil menangis
seperti anak kecil. Tentu saja Waska
jadi marah sekali)
WASKA
Cuah!
(Kaget Wanara yang sembunyi sampai terpental.
Ketahuan ia oleh orang-orang itu. dan orang-orang itu juga kemudian kaget
sebentar melihat mahluk yang tidak jelas itu)
WASKA
Heh,
siapa kamu?
BOROK
Modar!
RANGGONG
Tangkap.
Siapa tahu dia tahu di mana orang-orang itu.
WASKA
Heh,
kamu siapa?
(Wanara Cuma celingak-celinguk mencari
kesempatan lari)
RANGGONG
Mungkin
pertanyaanya salah. Heh kamu apa?
(Wanara tetap tidak menjawab)
BOROK
Ini
pasti soal bahasa. Cobakan bahasa lain. Jawa, Sunda atau Batak.
WASKA
Panjengan
niki sinten?
(Wanara tetap tidak menjawab. Kelihatan makin
gelisah)
BOROK (dalam bahasa sunda)
RANGGONG (dalam bahasa Padang)
BOROK (dalam bahasa Batak)
RANGGONG (dalam bahasa Ambon)
WASKA (dalam bahasa Madura)
kemudian mereka
bertiga mendiskusikan soal bahasa dan memilih rumpun bahasa mana yang mungkin
bisa dicobakan untuk berkomunikasi dengan mahluk setengah telanjang itu. saat
itulah yang diambil Wanara untuk melarikan diri meninggalkan pentas. Segera
Borok mengumpat sementara Ranggong mengejarnya)
BOROK
Modar!
(ikut mengejar)
WASKA
Jangan biarkan lepas. Siapa tahu dia yang membawa
nasib kita.
(sebentar Waska Cuma melihat saja bagaimana
kawan-kawannya mngejar mahluk itu)
WASKA
Bukan
main licinnya. Seperti kebenaran.
(Lalu
Waska meninggalkan pentas, sementara warna merah di langit seperti mata yang
sakit dan warna kelam semakin mengepung sekitar. Tidak lama kemudian kedengaran
bunyi tembakan yang selanjutnya gemanya dipantulkan kemana-mana. Di tengah gema
itu kedengaran
beberapa ekor anjing pemburu bersama derap beberapa ekor kuda. Lagi bunyi
tembakan)
OS WIKU
Biadab!
Biadab!
OS NINI
Wiku!
Wiku, sayang.
(Berang sangat Wiku tua itu muncul di sana
diikuti Nini yang mengejarnya dari belakang)
WIKU (berteriak ke sekitar)
Hentikan!
Biadab! Hentikan pembunuhan itu!
NINI
Jangan
terlalu keras berteriak, nanti tenggorokanmu sakit lagi.
WIKU
Naluri
membunuh itu yang harus dibunuh. Betul-betul melekat erat kebiadaban sepanjang
sejarah kita. Dan di tengah kehancuran seperti ini, di tengah puing kebudayaan
serta peradaban ini, di tengah bangkai-mayat manusia yang hangus akibat
peperangan yang habis-habisan ini, di tengah kepunahan ini semua., di tengah
pencaharian harapan ini, orang-orang biadab masih juga asyik memburu. Dengan
segala atribut, pakaian kebesaran dan senapannya mereka berpesta pora meluapkan
nafsu kebiadaban dan kebinatangan.
(berteriak lagi)
Mampus
kalian oleh senjata kalian sendiri! Biadab!
NINI
Sayang.
Kuasai dirimu, sayang. Tugas kita masih banyak sekali yang memerlukan tenaga.
WIKU
Justru
karena tugas kita yang sekarang kita harus lebih lantang menyerukan mereka
supaya melepaskan naluri kebinatangan mereka.
(Lagi bunyi tembakan dengan gemanya. Walau
kali ini agak jauh)
WIKU (semakin histeris)
Berhenti!
Berhenti! Binatang semua! Hentikan itu! hentikan kepongahan itu! hentikan
kebodohan itu!
(Nini tidak tahu lagi mesti berbuat apa
ketika suaminya makin histeris. Baru ketika Wiku menutup kedua telinganya ia
mendekapnya erat-erat)
WIKU (sambil menutup telinganya)
Hentikan!
Hentikan! Setan! Hentikan!
NINI
Sayang,
kasihani jantungmu. Kasihani napasmu.
WIKU
Saya
paling benci bunyi itu. saya paling tersiksa oleh bunyi itu.
NINI
Tapi
bunyi itu sama sekali tidak ada.
WIKU
Saya
mendengarnya.
NINI
Tidak
ada. Tidak ada, sayang. Percayalah.
WIKU
Tapi
saya selalu mendengar bunyi yang berisi terror dan horror itu.
NINI
Itu
semua hayalan kamu. Kasihan betul kamu. Sebenarnya kamu hanya karena merasa
ikut bersalah lalu dikejar-kejar oleh bunyi yang tidak ada itu.
OS BOROK
Kalian
menembak?
(tentu saja terkejut pasangan petapa tua itu
(yang bagaikan zombie-zombi) mendengar suara itu. muncul Borok)
BOROK
Kalian
yang menembak tadi?
(belum lagi pertanyaan sempat dijawab, muncul
Ranggong yang terengah-engah)
RANGGONG
Merka
yang menembak tadi?
BOROK
Mereka
tidak mau bilang.
RANGGONG
Coba
kita Tanya baik-baik
BOROK
Jangan-jangan
masalah bahasa lagi. Modar!
(Sekonyong menyergap bunyi gemuruh pesawat
pmbom lama (B29))
BOROK
Modar!
WIKU
Biadab!
(Lalu kini pesawat penyergap jet sejenif
F-16. Lalu pesawat-pesawat lain yang lebih canggih)
WIKU
Mereka
tidak mau juga menghentikan kebiadaban itu! betul-betul binatang mereka!
(Borok dan Ranggong saling berpandangan)
NINI
Tidak
cukup kemampuan kita, sayang. Tidak cukup.
WIKU
Tidak!
Kita harus berhasil. Kali ini harus berhasil setelah kegagalan yang memalukan
ini.
NINI
Sayang.
(lalu gemuruh pertempuran yang menggunakan
senjata-senjata konvensional)
BOROK
Modar!
Saya mulai gila barangkali.
RANGGONG
Jangan.
Jangan gila. Pakai lagi otakmu. Lumayan.
(Sementara Wiku menutup kedua telinganya lagi
dan istrinya mencoba menenangkannya sambil mendekapnya erat-erat. Aneh. Di
tengah gemuruh pertempuran itu kadang kedengaran bunyi terompet tanduk)
BOROK
Bisingnya
bukan main! Modar!
RANGGONG
Semua
zaman berbunyi bersama!
(bunyi gemuruh tadi fade out lalu fade in
bunyi pesawat-pesawat dan senjata-senjata yang paling canggih. Semuanya
kebisingan sekarang. Semuanya menutup telinga masing-masing. lama mereka
menutup telinga sampai setelah bunyi itu hilang. Sama sekali)
WIKU
Saya
berusaha melupakannya.
NINI
Lupakan!
Lupakan. Buang jauh-jauh kenangan buruk itu.
WIKU
Tidak
ada yang bisa dibuang! Semuanya disimpan oleh alam. Semua zaman yang kita alami
berserakan sekeliling jagat seperti sampah yang membusuk dari waktu ke waktu.
NINI
Seperti
sampah lainnya, kamu bisa jadikan sampah-sampah itu rabuk yang akan menyuburkan
hidup.
WIKU
Saya
berusaha dan selalu berusaha melupakan semua itu, tapi dosa ini selalu
memainkan lagi semuanya. Terkutuk saya!
NINI
Sayang.
Jangan mulai begitu lagi. Bukan kamu yang bersalah.
WIKU
Bukan
saya, tapi setidaknya saya ikut dalam menciptakan malapetaka itu.
NINI
Sudahlah.
(lalu lewat dua ekor burung Kondor dari arah
yang berlawanan dengan suara yang serak. Dan malam betul-betul kelam)
WIKU
Berapa
mayat lagi yang belum kita kuburkan?
NINI
Jangan
hitung. Yang pasti sebagian besar yang masih sisa orang-orang kulit putih. Juga
masih ada sebagian mayat orang-orang Asia yang tidak jelas kebangsaannya.
BOROK
Modar!
Mayat. Indah sekali.
RANGGONG
Betapa
bahagia mereka.
(Sadar Wiku)
WIKU
He,
siapa kalian?
NINI
Ya,
siapa kalian?
BOROK
Modar!
Kalian sendiri siapa?
RANGGONG
Ya,
kalian siapa?
OS WASKA (meludah)
Cuah!
(Nampak kecapekan ketika Waska muncul.
Napasnya turun naik)
WASKA
Cuah!
Lebih dari belut. Selalu luput. Persis kebenaran. Dan ketika malam turun gelap
segera menyembunyikan mahluk aneh yang penuh rahasia itu. cuah!
(Ranggong dan Borok mendengarkan, sementara
Wiku mengamati curiga. Adapun Nini kelihatan cemas sekali)
WASKA
Kadang
ia lari dengan lincahnya seperti seekor kijang. Dan saya berusaha terus menerus
mengejarnya seperti laksamana. Dan sebelum gaib ia seperti menjelma kencana
yang bercahaya. Lalu turun malam menutup pandangan. Cuah!
WIKU
Hati-hati
Ni, dia lelaki yang kelebihan sperma.
(semua ketawa)
WIKU
Oya.
Kalau begitu monyet-monyet ini pasti
BOROK
Borok
WIKU
Dan
RANGGONG
Ranggong
BOROK
Modar!
RANGGONG
Harapan!
BOROK
Terimalah
sungkem saya mbah
RANGGONG
Saya
juga, eyang.
WIKU
Ya,
saya terima. Perhitungan yang lain belakangan. Dengan Waska saya juga ada
perhitungan. Tapi sebelum berantem, sebaiknya kita ramah tamah dulu. Bagaimana
pun kita masih manusia. Kalian masih manusia, kan?
BOROK
Modar!
RANGGONG
Masih,
kek.
WIKU
Syukur
kalian masih merasa. Mudah-mudahan bukan ujud kalian saja yang manusia.
Jangan-jangn kalian siluman seperti umumnya orang.
RANGGONG
Tampang
kami memang tampang petinju, mbah.
BOROK
Tapi
jiwa kami ustadz.
RANGGONG
Banyak
yang sebaliknya, mbah.
(ketawa mereka)
NINI
Ketawanya
jangan kepanjangan, nanti bisa kejang. Kalau rahang yang kejang masih tidak
apa, tapi kalau mental yang kejang bisa fatal.
(ketawa lagi mereka)
BOROK (ketawa)
Sampai
pengin kencing.
(ngeloyor pergi Borok sementara yang
lain-lain semakin ramai ketawa)
WIKU
Kalau
Waska selalu kejang, tapi anunya. Makanya hidupnya selalu belepotan! (ketawa)
WASKA
Kalau
Wiku semuanya kejang kecuali otaknya. Jadinya kayak robot (ketawa)
WIKU
Kalau
Waska ketawa ada maunya (ketawa)
WASKA
Kalau
Wiku ketawa sebenarnya sedang sedih. (ketawa)
(Sejak itu semua ketawa tak habis-habis)
RANGGONG
Aduh.
Saya juga pengin kencing.
(Ketawa
lagi mereka, sementara Ranggong lari. Dan ketawa mereka habis-habisan sampai mereka
kehabisan tenaga. Beberapa saat, mereka tak saling bicara. Dan diam-diam,
masing-masing mulai menghadirkan dirinya yang asli. Wiku mulai merasakan
amarahnya menjalari pembuluh darahnya menghadapi Waska yang baginya salah
seorang yang tlah secara langsung menyebabkan kehancuran yang sedang
berlangsung. Sebaliknya, Waska beranggapan Wikulah biang sema kehancuran ini
karena eksperimen-eksperimennya dalam bidang ilmu murni)
WIKU
Apa
yang kita ketawakan baru saja?
(tanyanya dengan suara rendah. Nini mulai
cemas)
WASKA
Diri
kita sendiri.
WIKU
Ya.
Di seberang ketawa panjang tadi adalah kehampaan dan keputus asaan sementara di
sebaliknya adalah kebodohan. Manusia-manusia macam apa yang tega ketawa begitu
rupa di tengah kehancuran mereka sendiri? manusia-manusia yang sedang putus
asa. Manusia-manusia yang bodoh. Hanya ada dua cara yang dimiliki manusia macam
ini, yaitu ketawa dan meratap. Pun. Habis. Itu saja. yang lain tidak punya.
Tidak ada analisa. Apalagi nuansa. Itulah kamu!
WASKA
Sudah
lama saya tidak pernah ketawa lagi.
WIKU
Kasus
kamu memang spesifik. Kamu jarang ketawa karena jiwa kamu kejang, kram. Betul
mulut kamu tidak ketawa, tapi otak kamu terus terbahak-bahak dan apa hasilnya?
Inilah. Inilah.
(katanya sambil menunjuk sekitar yang
kerontang hangus itu)
WIKU
Lihat
Waska. Saksikan sendiri. amati baik-baik semua ini. Saya yakin kamu sudah
mengetahui semua ini.
WASKA
Saya
sudah melihat bumi yang bagai kudisan ini di layar monitor pesawat saya, jauh
sebelum mendarat.
WIKU
Ya,
pasti. Dan kamu masih asyik dengan diri sendiri sekarang. Kamu tidak peduli
sama sekali akan akibat yang telah kamu perbuat. Kamu tidak peduli bumi ini
keropos. Yang kamu pedulikan hanyalah harga diri kamu sendiri. yang kamu cari
hanyalah kepuasan diri kamu sendiri. kamu perlakukan semuanya hanya sebagai
barang mainan. Kamu terus menciptakan mainan demi mainan. Dan sekarang setelah
mainan kamu yang bernama bumi hancur lalu kamu berkelana mencari mainan baru.
Betul-betul idiot kamu!
WASKA
Cuah!
WIKU
Cuah!
NINI
Wiku,
sebaiknya kita kembali ke pondok kita untuk makan dulu. Setelah itu boleh
kalian lanjutkan diskusi.
WASKA
Cuah!
WIKU
Ludah
kamu memang terlalu banyak karena seluruh dirimu berlumur liur. Padahal
sebenarnya yang patut kamu ludahi adalah wajah kamu sendiri.
NINI
Wiku.
WASKA
Saya
diserang!
WIKU
Begitu
selalu kamu. Diserang! Diserang! Hidup bagi kamu hanya perang. Alam dan orang
lain kamu anggap musuh. Tentu saja kamu hidup kayak cacing kepanasan.
WASKA
Cuah!
Rupanya kamu sedang marah!? Dan bukan hanya marah, tapi hysteria!
WIKU
Bukan
marah, Berang!
WASKA
Dan
kamu sedang menuduh saya.
WIKU
Bukan
menuduh. Menuntut!
WASKA
Bukan
menuntut. Melawan!
WIKU
Ya,
saya sedang melawan dan menantang kamu, Jenderal! Belum pernah selama hidup
saya berpikir tentang membunuh, kecuali saat ini.
WASKA
Selama
hidup saya selalu diliputi rasa dendam, tapi belum pernah saya berdendam
seperti sekarang ini. Saya sengaja datang untuk membekuk dan mengadili kamu,
empu! Kamu tidak akan bisa mengelak dari tanggung jawab kamu atas
eksperimen-eksperimen kamu! Jangan pengecut!
WIKU
Kamu
yang sebenarnya pengecut! Kamu yang sebetulnya mau cuci tangan melepas tanggung
jawab! Kamu kira kamu bisa membersihkan sejarah kamu yang kotor berlumur darah
itu? pencuri! Perampok! Pembunuh!
WASKA
Saya
memang pembunuh tapi kamu otaknya!
WIKU
Tidak
benar itu! fitnah! Otak saya tidak pernah berpikir tentang pembunuhan. Otak
saya hanya berbakti pada ilmu karena semata hanya ingin tahu, ingin menyibak
tabir rahasia Tuhan. Otak saya selalu saya karyakan untuk kemajuan manusia.
Tapi sebaliknya, otak kamu hanya mengabdi kepada dendam dan pengrusakan dibalik
dalih keamanan dan kesejahteraan!
(Waska pun meraung. Kilat menyambar! Dan
petir!)
WASKA
Gustav!
OS GUSTAV
Saya
di sini, Waska. Di bawah jembatan!
WASKA
Debleng!
OS DEBLENG
Di
sini, Waska. Di balik tong sampah!
WASKA
Borok!
OS BOROK
Gua
dikuburan cina, Waska!
WASKA
Ranggong!
OS RANGGONG
Ranggong
di sini, Waska. Di becak nomor tiga belas!
WASKA
Japar!
OS JAPAR
Aku
dalam bus kota, Waska!
(Sekali lagi kilat menyambar. Dan petir.
Sementara perdebatan itu berlangsung, Nini bekerja dengan skopnya membuat liang
lahat. Sesekali menyela diskusi dengan beberapa patah kalimat yang akan
ditambahkan kemudian)
WIKU
Tidak
mungkin menolong orang dengan mencelakakan orang lain. Tidak mungkin membangun
kebudayaan dengan alasan dendam dan kebencian. Logika apa itu? atas nama
kemelaratan kamu melakukan perampokan dan mengumumkannya sebagai perang suci!
WASKA
Saya
menggerakkan perampokan karena sebelumnya mereka juga melakukan hal yang sama!
Saya merampok karena mereka juga perampok!
WIKU
Itulah
kebudayaan yang kamu bangun! Merampok!
WASKA
Memang!
Hidup memang rampok merampok! Sebelumnya orang tidak menyadari dan sejarah lain
selalu dipalsukan. Sebelumnya orang dididik
untuk menerima kemelaratan sebagai sesuatu kewajaran, yang alamiah dan
takdir! Tapi setelah skandal itu terbuka, setelah tahu begitu panjang sejarah
perampokan dibiarkan dan digelapkan, setelah otak saya bekerja, saya tak
membiarkan perampokan itu terus berlangsung.
WIKU
Dan
selanjutnya kamu menggantikan mereka melakukan perampokan?
WASKA
Ya!
Saya rampok perampok!
WIKU
Dan
sejarah menurut kamu seperti itu? merampok dan dirampok?
WASKA
Ya!
WIKU
Dan
kamu tidak percaya sejarah semacam itu akan berubah!?
WASKA
Tidak!
Perampokan akan terus berlangsung! Atau saya atau mereka!
WIKU
Ada
yang akan merubahnya, Nih! (menunjuk kepalanya sendiri) Otak ini akan
merubahnya. Ilmu akan merubahnya. Ilmu akan bekerja untuk membebaskan hidup
dari siklus gila itu.
WASKA
Utopis!
Mimpi!
WIKU
Tepat
sekali!. Otak dan ilmu memang selalu wilayah mimpi dan utopia karenanya ia
tidak pernah mengalami putus asa!
WASKA
Omong
kosong macam apa kamu dengan sombong ingin memberontak kepada kepastian
sejarah?
WIKU
O,
diam-diam rupanya kamu juga termasuk yang percaya pada nasib atau takdir. Saya
juga. Tapi lebih dari percaya, saya bekerja bersama otak dan ilmu untuk
menjelajahinya, mengenalinya dan memngaruhinya. Sebaliknya kami fatalis yang
sebenarnya cengeng yang tak punya daya. Karena kamu tidak pernah memakai otak.
Karena kamu tidak pernah berpikir. karena slama ini kamu hanya robot-robot
nasib, dendam dan kebencian.
NINI
Kalau
belum juga kalian mau menghentikan pertikaian ini, segera saya akan terpaksa
turun ke gelanggang.
WIKU
Kebudayaan
seharusnya dibangun di atas keyakinan akan harapan dan cinta. Tidak sebaliknya
seperti yang kalian lakukan.
WASKA
Betul-betul
kelebihan otak kamu, sehingga otak orang lain begitu lihay kamu otak-atik.
Untung otak saya masih tetap ditempatnya sehingga masih mampu memilah gelombang
pikiranmu yang selalu semrawut. Kamu ini sebnarnya tukang sulap yang sangat
berbahaya. Karena yang kamu sulap adalah hidup! Kamu juga idiot yang tidak
diketahui sejarah! Otak kamu juga cacingan! Berbahaya! Otak siapa kamu kira
yang meracuni otak banyak orang di dunia? Otak kamu! Pembunuhan demi
pembunuhan, peperangan demi peperangan, revolusi demi revolusi terjadi karena
banyak otak yang cacingan! Ketularan otak kamu!
Saya
adalah tangan. Kamu adalah otak. Kalau memang kita berdua harus menanggung
hukuman atas malapetaka ini seharusnya saya mendapatkan yang ringan. Ternyata
tidak! Saya harus menanggung dosa lebih berat daripada kamu, sementara kamu tak
habis-habisnya membersihkan nama kamu dalam sejarah!
NINI
Ini
peringatan terakhir. Kalau dalam lima menit kalian tidak berhenti bicara saya
akan menembakkan kata-kata saya. Saya jamin kalian akan segera bertumbangan
dalam sekejap.
WASKA
Nah,
masih punya kamu kata-kata sisa untuk membuat sulapan lagi? Masih kamu akan
berusaha menutupi dosa kamu? Masih kamu mau mengelak tanggung jawab?
WIKU
Saya
tidak pernah main sulap! Saya tidak pernah menutupi dosa dan sebaliknya kerja
saya justru menyingkap dosa. Dan saya juga tidak pernah mengelak dari tanggung
jawab. Tapi kamu juga jangan pernah lari dari tanggung jawab kamu, tuan
Presiden!
WASKA
Saya
bukan pengecut. Saya akan tetap di tempat saya, sekalipun langit akan menerkam
saya. Tapi sebelum itu, jawab, siapa yang bertanggung jawab terhadap nasib
saya/ siapa yang bertanggung jawab atas penderitaan saya karena saya tidak
pernah mati? Otak siapa yang telah mengotak-atik sehingga punya formula
penangkal ajal?
NINI
Formula
jamu itu saya punya. Namanya Jamu Dadar Bayi yang manjur untuk memerpanjang
umur. Apa kamu masih memerlukan lagi?
BOROK
Modar!
Modar!
(muncul Borok dalam keadaan pucat pasi dan
sangat kebingungan sambil memegang bagian kemaluannya)
BOROK
Jangan
diskusi dulu. Ini mendesak.
(napasnya turun naik. Dan ia tidak bisa
lancara bicara karena ada sesuatu yang berat ingin disampaikan)
NINI
Kenapa?
Kencing kok sampai satu jam!?
BOROK
Ini
lebih gawat dari kiamat. Tapi….
NINI
Tampang
rampok kok penakut. Pasti kamu baru lihat bukit yang ternyata tumpukan manusia
mati, kan? Tidak usah takut. Besok juga bukit mayat itu akan rata. Kami berdua
pasti akan menguburkan semuanya baik-baik. Bagaimana pun mayat-mayat itu masih
manusia. Kita tidak boleh menlantarkannya, sekalipun sudah menjadi mayat.
Manusia adalah sejarah itu sendiri. dan sedikit banyak kematian mereka,
langsung tidak langsung kita semua ikut memertanggung jawabkannya.
BOROK
Itu
belum terlalu gawat. Ada mayat kecil yang paling gawat.
NINI
Mayat
kecil itu mayat bayi. Itu memang tanggung jawab dan dosa kamu. Karena kamu
telah merampok jatah hidup mereka.
WASKA
Cuah!
Bicara yang jelas! Borok! Ada apa!?
BOROK
Bukan.
Bukan mayat bayi. Maksud saya, diri saya yang kecil.
WASKA
Yang
jelas!
WIKU
O,
kamu mau bicara soal kosmos besar dan kosmos kecil.
BOROK
Aduh,
saya masih pengin kencing.
WASKA
Apa
susahnya kencing?
BOROK
Sudah
satu jam saya mencoba kencing, tapi tidak bisa. Aduh. Habis tenaga saya.
Sakitnya bukan main.
WASKA
Cuah!
Apa perlu orang lain membuka celana kamu? Bikin malu!
BOROK
Ya,
saya malu. Soalnya kosmos kecil saya hilang. Maksud saya titit saya hilang.
(Semua ternganga)
NINI
Ini
pasti karena ada yang salah ketika minum jamu dulu
BOROK
Aduh.
Sakitnya bukan main. Ini pasti namanya siksa neraka. Matinya belum tapi
siksanya duluan. Aduh….
WASKA
Ranggong
mana?
BOROK
Boro-boro
saya sempat memperhatikan dia.
WASKA
Soalnya
dia juga pergi tidak berapa lama setelah kamu pergi. katanya juga mau kencing.
BOROK
Jangan-jangan
hilang juga punya dia.
NINI
Belum
tentu. Itu semua tergantung dari banyak faktor.
BOROK
Modar!
Aduh!
(Pergi lagi Borok, tapi…)
WASKA
He,
mau kemana lagi kamu?
BOROK
Saya
akan coba cari lagi. Siapa tahu jatuh di jalan tadi.
(lalu dia pergi lagi)
WASKA
Nah,
tanggung jawab siapa titit yang hilang itu? tanggung jawab siapa ajal yang
tidak datang-datang?
WIKU
Yang
pasti bukan tanggung jawab saya. Jamu itu bukan formula saya.
NINI
Memang
bukan formula kamu, Wiku. Tapi saya sampai pada formula itu setelah memelajari
beberapa penemuan-penemuan kamu.
WIKU
O
ya? Yang mana?
NINI
Yang
kemudian kamu serahkan kepada Sandek tua.
(Wiku terpaku)
WASKA
Jadi
tanggung jawab siapa?
NINI
Tanggung
jawab kamu!
WASKA
Lho?
Saya? Kok saya? Ringan betul cara Anda ngomong!?
NINI
Kamu
yang bertanggung jawab karena kamu yang menggunakan formula itu. selain itu
cara kamu mendapatkan formula itu juga dengan cara yang tidak syah. Kamu
mencuri.
WASKA
Mencuri?
Tidak mungkin. Ranggong dan Borok mengatakan bahwa kalian memberikannya sendiri
formula itu secara sukarela.
NINI
Itu
versi kalian dan pengarang sandiwara ini. Tapi menurut versi saya, formula itu
kalian curi!
WIKU
Benarkan?
Kamu memang pencuri. Saya berani katakana juga yang mencuri catatan harian saya
jilid 29, jilid yang justru paling berbahaya kalau dibaca orang yang tidak
paham betul akan teori dasar yang saya kembangkan.
Ngaku!
Saya bisa pastikan karena kamu meninggalkan banyak ludah di perpustakaan saya. Hampir
saya kepeleset oleh ludah kamu. Saya kenal betul jenis serta warna ludah kamu.
WASKA
Boleh
jadi iya. Saya sudah lupa apa dulu saya atau orang lain yang mencuri. Tapi yang
pasti saya tidak mungkin mencuri kalau kamu tidak punya apa yang saya curi.
WIKU
Omongan
apa ini? Jadi, kamu mencuri karena saya punya sesuatu yang akan kamu curi?
Jadi, saya yang salah?
WASKA
Saya
tidak menyimpulkan. Saya Cuma mengatakan begitu.
NINI
Sejak
kalian mulai berdebat saya sudah menduga kalian berdua sebenarnya anak-anak
kecil. Semakin kencang berdebat semakin membuktikan bahwa kalian memang
anak-anak kecil atau idiot-idiot. Puih, dunia laki-laki memang dunia idiot!
Kebudayaan kalian, kebudayaan laki-laki! Sekarang sudah waktunya saya turun ke
gelanggang merebut kembali posisi yang telah kalian rampas puluhan abad yang
lalu.
(tiba-tiba sebuah pencakar langit yang hilang
pucuknya tumbang begitu saja diikuti
oleh pencakar-pencakar langit dan gedung yang lain. Gemuruhnya bukan main.
Serupa gempa. Tapi semuanya hanya sekejap. Dan semuanya meninggalkan kepulan
debu di mana-mana)
NINI
Lihat!
Sebuah kota dengan seperangkat pencakar langitnya rontok dalam sekejap. Itulah
perlambang keperkasaan kebudayaan dan peradaban laki-laki. Sombong namun
kosong. Perkasa namun cepat binasa.
WASKA
Cuah!
(Wiku cemberut sambil memegang-megang daun
telinganya sendiri)
NINI
Perempuan
adalah Ibu kebudayaan, sungguh-sungguh Ibu, sungguh-sungguh empu. Perempuan
yang melahirkan rumah, peladangan, peternakan, pertanian, perkebunan dan
industry. Bahkan perempuan adalah manajer pertama, guru pertama yang memiliki
ide konservasi. Perempuan adalh lambing konstruksi, lambing pembangunan.
Sementara laki-laki lambing destruksi. Dan last but not least, perempuan yang
melahirkan serta melanjutkan hidup. Semua itu dikaryakan perempuan dengan dasar
naluri wajar, yaitu cinta dan kasih sayang dan bukan dengan dasar nafsu, yaitu
dendam, kebencian dan persaingan seperti pada laki-laki. Jangan sedih Wiku.
WIKU
Saya
tidak sedih. Saya terharu.
WASKA
Cuah!
WIKU
Saya
terharu karena kamu telah mengungkapkan apa-apa yang sebenarnya sudah lama juga
saya pikirkan. Saya jadi semakin menyesal akan kesalahan-kesalahan saya.
Terkutuk saya!
NINI
Wiku,
sayang.
WIKU
Kenapa
Tuhan tidak melahirkan saya sebagai perempuan? Oh, nasi sudah menjadi bubur.
Tapi tetap saya menyesal. Dan saya marah pada diri sendiri. terkutuk saya.
Picisan saya! Korup saya!
(Wiku terus memukul-mukul kepalanya sendiri.
sementara itu Waska mondar-mandir gelisah)
NINI
Betulkan?
Ini buktinya bahwa laki-laki anak kecil. Sepanjang hidupnya ia memerlukan
seorang Ibu, seorang perempuan.
WIKU
Ondel-ondel
berotak saya!
NINI
Sayang,
kenapa? Ada apa?
(seperti kepada anak kecil)
WIKU
Saya
menyesal. Menyesal.
NINI
Bagus.
Itu permulaan dari tahu diri. Artinya sejak sekarang kamu akan lebih berhadil
membina kebudayaan baru.
WIKU
Tapi
sesal ini tak habis-habis.
NINI
Itu
buruk. Sesal tak habis-habis ama dengan makan tak habis-habis. Itu rakus. Dan
rakus itu berbahaya.
WIKU
Tolong
Ni, peluk saya.
NINI
Sayang….
(Nini dengan sayang memeluknya dan Wiku
segera merasa tentram)
NINI
Nah,
siapa sekarang yang berani mengatakan bahwa laki-laki lebih kuat?
WASKA
Cuah!
NINI
Jangan
salah paham. Saya sama sekali tidak sedang bicara soal hak karena saya tidak
suka politik. Saya sedang membuktikan harmoni karena saya berbakti pada hidup
dan peradaban.
WASKA
Ngomong
memang gampang! Tapi siapa akan memeluk saya? Coba piker, siapa?
(meregang peluk, Wiku dan Nini mulai berpikir)
Saya
bahkan tak pernah mengizinkan diri saya menangis karena saya sadar, tangis saya
tak akan dipahami siapa-siapa. Tak pernah ada yang memeluk saya.
NINI
Saya
dengar.
WIKU
Ya,
mana itu pasangan kumpul kebo kamu? Gayah, mana?
(Waska sedih amat dalam sekali)
WIKU
Jadi….
NINI
Gayah
sudah mendahului kamu?
(Waska dengan sedih menganggukan kepala)
NINI
Bersyukurlah.
WASKA
Tapi
saya bagaimana?
NINI
Bagaimana
bagaimana?
WASKA
Ending
lakon saya. Nasib saya. Saya sebetulnya tidak peduli apa saja. tidak peduli.
Perdebatan tadi juga tidak ada artinya buat saya. Perdebatan kosong.
NINI
Bukan
saja kosong. Kuno! Ketinggalan zaman!
WIKU
Tapi
rasa dosa ini tak pernah bisa lepas.
NINI
Karena
dosa kalian menyangkut zaman.
WASKA
Satu-satunya
yang saya perlukan hanyalah mati.
(Wiku memandang Nini. Begitu sebaliknya)
WASKA
Mencoba
bunuh diri sudah. Mencoba membunuh sudah. Tapi kami bertiga tidak juga mati.
Kemudian kami arungi galaxy, kami kaparkan diri kami di bulan. Tidak juga kami
mati. Karena itu saya bawa lagi Borok dan Ranggong kembali ke sini untuk
menemui kalian dengan harapan mendapatkan formula lain yang mampu menangkal
formula yang baru.
WIKU
Betul-betul
egois, individualis, materialis paling sempurna kamu. Selalu yang kamu sibukkan
hanya keperluan dan kepentingan diri kamu sendiri saja. betul kata saya kan,
Nini?
NINI
Betul.
Tapi kalian berdua sama dan sebagun.
(muncul Borok
dalam wajah yang amat sangat sengasara)
BOROK
Tidak
ada.
(Semua melongok.
kasihan)
BOROK
Senti
demi senti yang saya susuri saya teliti, helai demi helai rumput hangus itu
saya sibaki, buti demi butir kerikil saya baliki, tapi titit itu tetap tidak
saya temukan.
NINI
Selalu
persoalan titit yang paling merepotkan sepanjang sejarah. Institusi-institusi
social didirikan, dari yang paling kecil sampai besar, semuanya gara-gara
persoalan titit. Diciptakan begitu banyak kaidah, norma, hokum dan
undang-undang serta peraturan, konvensi-konvensi juga menertibkan persoalan
titit. Bahkan deregulasi dan prestroika saya sangsi dapat menyelesaikan
persoalan ini.
WASKA
Repot
amat. Apa tidak mungkin kamu ganti saja barang yang selalu merepotkan itu?
BOROK
Saya
juga berpikir begitu. karena itu saya coba menelanjangi satu mayat. Saya piker
okelah pakai yang tweede-hands dan oklah juga mayat itu lain kebangsaan dengan
saya; lagi saya kira persoalan titit kan tidak mengenal kebangsaan, universal!
WASKA
Ya,
lalu? Ceritanya jangan panjang. Porno.
BOROK
Setelah
saya teliti eh, ternyata mayat itu juga rupanya kehilangan barang yang sama.
Lalu saya baliki mayat yang lain. Eh sama juga. Akhirnya saya telanjangi semua
mayat dan ternyata semua mayat juga tidak lengkap.
(dengan air muka
yang mengibakan, Borok memandang kepada bossnya)
WASKA
Kenapa
kamu memandang saya begitu rupa? Kamu kira saya rela minjamin barang saya?
BOROK
Tidak.
Saya hanya mau Tanya. Bagaimana perkembangan kita? Kapan kita mati?
WASKA
Baru
saja saya sampaikan persoalan kita pada pasangan tukang sihir ini.
BOROK
Tolong
mbah. Hukan-hidup sudah kami jalani. Sekarang berikanlah formula keajaiban yang
lain.
(Wiku dan Nini
menjauhi mereka, membelakangi mereka)
WASKA
Cuah!
BOROK
Tolong,
mbah. Hidup kepanjangan tanpa titit
pasti sudah siksaan yang paling siksaan. Tolong.
WASKA (marah)
Cuah!
(dengan geram, Waska menjambak punggung baju
Wiku)
WASKA
Kalian
memang ningrat-ningrat yang sok!
(dilemparkannya lelaki tua itu yang tentu
saja menyebabkan Nini segera menolongnya. Menjerit tentu Nini)
NINI
Dasar
perampok! Hidup kalian rampok. Sekarang kalia juga akan merampok mati. Kalian
betul-betul tidak menyadari apa yang sebenarnya kalian perbuat. Kalian ini
merampok Tuhan!
(rasa terpukul Waska. Juga Borok)
WIKU
Sudah,
Ni. Sudah. Saya tidak apa-apa kok. Sudahlah. Jangan tambah lagi siksaan mereka.
(pause) Biar saya saja yang akan
mengatakan semuanya.
(lalu dengan tenang Wiku mendekati Waska yang
napasnya turun naik, Borok jongkok)
WIKU
Kamu
tidak sendirian
WASKA
Memang
bukan saya saja. juga Ranggong dan Borok. Bertiga.
WIKU
Bukan
bertiga. Berlima.
WASKA
Berlima?
WIKU
Saya
dan Nini juga punya derita yang sama.
(ternganga Waska, Borok juga. Nini kelihatan
tetap tegar)
WIKU
Jauh
sebelum kalian minum jamu itu, lebih dulu Nini sendiri menenggaknya sebagai
percobaan pertama atas manusia. Saya juga kemudian menenggaknya, karena saya
tak hendak berpisah dari Nini. Mungkin ada perhitungan yang keliru. Atau
mungkin juga memang tidak akan
terhitung. Maka jadilah kami seperti yang kalian alami sekarang.
WASKA
Lalu
apa artinya ini?
(cemasnya bukan main Waska)
BOROK (lemes)
Modar!
WIKU
Kita
hidup dan hidup
WASKA
Sampai
kapan?
WIKU
Sampai
mati.
BOROK
Indah
sekali.
WASKA
Kapan
itu?
WIKU
Tetap
seperti dulu. Kita tidak tahu.
BOROK
Oh,
Ranggong….
(nelangsa benar dia. Sebaliknya Waska masih tetap
buas)
WASKA
Kita
harus cari sendiri. kita harus terus berupaya sendiri. mana Ranggong?
BOROK
Entah.
Dia bilang akan cari kemungkinan-kemungkinan lain. Juga dia bilang akan
berusaha menghubungi pesawat-pesawat antariksa yang masih terus meramaikan
antariksa dengan pertempuran. Dia ingin perang saja, katanya. Bertempur saja.
WIKU
Kasihan.
Dia tidak akan menemukan dan mengenal siapapun. Kalau pun masih ada sisa
pertempuran di beberapa tempat, bukanlah pertempuran antar manusia. Yang masih
bertempur sekarang adalah terminator-terminator dan robot-robot,
replica-replika kita. Semua manusia sudah punah. Kecuali beberapa puak yang
selamat.
WASKA
Jadi
apapun yang terjadi kita tetap akan hidup?
WIKU
Begitulah
kenyataannya.
WASKA
Celaka!
NINI
Itu
juga kamu sendiri yang mau. Dan kamu harus tahu, seberapa panjang usia kamu
berarti sepanjang itulah kesempatan dan anugerah kamu dapatkan. Boleh jadi
dosamu terlalu panjang. Karena itu kamu ahrus mengimbanginya dengan kebajikan
yang sama panjangnya. Supaya kamu kembali bersih seperti dulu ketika bayi.
Supaya neraca kamu sehat! Tuhan mencintai kamu dan kamu bilang celaka.
WASKA
Saya
bosan. Saya bosan.
NINI
Hidup
artinya berbudaya. Melakukan sesuatu. Menciptakan sesuatu. Orang-orang yang
hidup adalah orang-orang yang mau tidak mau memikul tugas budaya.
WIKU
Ya,
Waska. Pada mulanya saya dan Nini juga seperti kamu. Mual. Bosan. Jemu.
Ngambang. Rasa tak berguna. Sia-sia. Rasa dimain-mainkan. Ya, seperti perasaan
pensiunan. Psikologi MPP, gitu! Pernah seminggu saya menggantung diri di pohon.
Kaki di atas kepala di bawah. Alam-alam saya malu kepada seekor nyamuk yang
menggigit hidung saya. Karena nyamuk itu bekerja. Berbuat sesuatu.
NINI
Kalau
kalian mau mencari pekerjaan, di sekitar kamu banyak. Kumpulkan mayat-mayat
itu. catat dan klasifikasikan. Lalu kubur baik-baik. Itu juga tugas budaya.
WIKU
Dan
adalagi tugas saat ini yang sangat mendesak, yaitu membersihkan semesta.
Mungkin kalian sendiri pernah menyaksikan betapa kotor angkasa dan samudera
kita.
NINI
Lubang-lubang
ozone di mana-mana, itulah sampah sejarah kalian. Dosa-dosa kalian. Dan itulah
tugas kalian.
WIKU
Sebagian
kecil sudah saya lakukan. Dan rupa-rupanya sudah ada hasilnya. Kalian saksikan
sesuatu di bulan pasti.
WASKA
Ya.
Saya kira telah terjadi suatu perubahan besar di sana.
WIKU
Ada
yang bergeser dalam lapisan gas. Transformasi sedang berlangsung. Kalau kalian
mendarat di sana dan kalian bisa bernapas, artinya itu tanda-tanda harapan.
NINI
Tapi
kamu jangan mengharapkan apa-apa. Apa yang akan kamu lakukan dalam pekerjaan
besar ini hanyalah untuk berbakti kepada hidup.
WIKU
Ya.
Saya lupa mengabarkan, cicit atau canggahmu Sandek muda bersama istrinya Oni,
termasuk yang survive. Mereka sedang sibuk dalam laboratoriumnya. Mereka sedang
giat melakukan eksperimen dalam bidang rekayasa genetic. Mereka penyair-penyair
yang berusaha keras ingin memulai sesuatu kebudayaan yang barus sama sekali.
NINI
Dan
mereka tidak akan berhasil kalau kita tidak membantunya, dengan menjaring
sebisa kita kegarangan sinar ultra violt matahari. Sinar hidup itu sendiri.
WASKA (meluap-luap)
Saya
ingin ketemu Sandek. Saya tak peduli Sandek yang mana. Yang anak, cucu, yang
cicit atau yang canggah.
WIKU
Tidak
mungkin Waska.
WASKA
Harus
mungkin.
WIKU
Tidak
mungkin. Kita dalah orang-orang kotor. Di sekujur tubuh kita dan di dalam diri
kita melekat masa silam yang berupa unsure radio aktif.
(Waska mulai terpukul)
(Selain itu, mereka juga tidak akan mengenali
kita. Bagi mereka kita semua sudah mati bersama seajrah kegagalan-kegagalan
kita. Bagi mereka kita sudah menjadi humus dalam tanah pada lahan pertanian
yang sedang mereka kembangkan)
OS RANGGONG
Saya
telah menyaksikan surga.
(semua berpaling dan mendapatkan Ranggong
yang bersikap seperti seseorang yang terkena arus hipnotisme)
BOROK
Ranggong.
RANGGONG
Saya
telah menyaksikan keajaiban surga.
BOROK
Kasihan
dia. Jangan-jangan dia mulai gila.
WIKU
Dia
normal, dia hanya terkesima oleh pesona-pesona yang baru ia saksikan.
NINI
Saya
tahu apa yang telah dilihatnya.
(tiba-tiba mereka semua oleng. Bumi goncang
sekilas. Ranggong tidak)
BOROK
Modar!
Gempa! Gempa!
WIKU
Jangan
takut.
NINI
Goncangan
ini rutin. Rupanya tanpa kita tahu di bawah kita sedang bergolak magma yang
masih menyala, yang boleh jadi akan melakukan sesuatu.
WIKU (tersenyum)
Dalam
usianya yang sudah tua rupanya bumi masih dapat bunting juga.
NINI
Ya,
mudah-mudahan saja akan lahir di sini dan sekitar sinisebuah gunung berapi.
RANGGONG
Saya
telah melihat keindahan surga.
BOROK
Di
mana Ranggong?
RANGGONG
Saya
tidak ingat di mana. Tapi betul-betul saya cium harumnya.
BOROK
Ceritakanlah
selengkapnya, Ranggong. Tapi kalau kamu juga sempat menyaksikan neraka simpan
saja sebagai kenangan kamu sendiri. di sekitar sini sudah terlalu banyak
neraka.
RANGGONG
Kalau
saja siang hari, pastilah saya bisa melihat secara lebih rinci pemandangan
perkebunan dengan rumah-rumahnya yang indah itu. rumah-rumahnya kecil, mungil.
Dalam bentuk yang keindahannya sebanding dengan fungsi-fungsi. Suatu inovasi.
Setaraf dengan penemuan kendi pada zaman dahulu kala.
BOROK
Laporkan
saja apa adanya, tapi jangan dicampur dengan komentar dan interpretasi kamu.
RANGGONG
Kalau
begitu, Cuma satu kata; indah!
(kali ini goncangan hebat sekali dan cukup
lama. Gempa bumi! Dan saat itu malam sudah pekat sekali. Malah mendekati fajar.
Sementara mereka kepanikan dan gemuruh gempa menyeramkan Wanara muncul. Dia
lincah sekali dari satu reengkahan ke rengkahan lain. Lompatannya juga indah
sekali. Dan bencana itu ia hadapi dengan kegembiraan!
Lampu Black out
sejenak)
OS BOROK
Modar!
Kita tertimbun!
OS NINI
Tenang.
Seorang ibu pasti akan mengatasi semuanya.
OS WIKU
Siang
tadi juga saya tertimbun
OS WASKA
Tapi
saya tidak tahan terus menerus dalam gelap.
OS NINI
Sombong.
Katanya cari mati.
OS RANGGONG
Saya
telah menyaksikan surga
OS BOROK
Lubang
ini dalam sekali.
(fajar. Dan semakin merekah fajar semakin
jelas di atas bukit berdiri Sandek dan Oni seolah mereka dilahirkan oleh fajar
itu sendiri. mereka dalam siluet)
ONI
Sandek
SANDEK
Oni
ONI
Indah
sekali gunung itu
SANDEK
Ya.
Tidak terlalu tinggi. Juga tidak terlalu gemuk.
ONI
Dan
bara dipuncaknya sepertinya tidak panas
SANDEK
Kalau
begitu tanah ini tepat sekali sebagai pilihan lokasi yang baru untuk zone
pertanian.
ONI
Saya
tidak begitu yakin tanah di bagian sini cukup baik. Mungkin di sini lebih baik
kita jadikan lokasi gudang dan laboratorium pengganti. Atau kita coba naik sedikit
mendekati bukit sana.
(dalam siluet lalu Sandek dan Oni berjalan
meniti bagian yang lebih tinggi. Dan begitu mereka keluar panggung, muncul di
belakang adalah Wanara yang rupanya sejak tadi bersembunyi di belakang mereka.
Juga dalam siluet. Ia berdiri saja sambil mengamati sekita. Indah sekali.
Bersama nyanyian
Awan Akan jadi Kawan’ matahari semakin memerlihatkan dirinya yang makin besar
dan besar seperti hendak menelan semua penonton. Dan semakin menyilaukan.
Sangat menyilaukan.
Tapi Wanara
tetap saja berdiri di bukit itu. dengan anggunnya. Biarkan beberapa saat
penonton menyaksikan pemandangan yang penuh cahaya itu. lalu cahaya menyusut
perlahan. Lalu kembali memerah pada langit, sehingga siluet Wanara semakin
indah. Kemudian gelap sama sekali dan layar besar menutup perlahan)
selesai
Jakarta 19
Agustus 1989
Tapi dapat
dikatakan juga Jakarta, 17 Agustus 1989
Arifin C. Noer
Untuk
Vita, Veda,
Nita, Marah dan generasinya
Merdeka!
ORKES MADUN bagian I
(Madekur dan Tarkeni) dipentaskan di teater tertutup TIM pada tahun 1971; lakon
yang antara lain melukiskan percintaan dan perjuangan seorang pencopet dengan
istrinya seorang pelacur ini penuh dengan nyanyian-nyanyian. Lalu pada tahun
1976 di teater Arena dipentaskan Orkes Madun bagian IIa (umang-umang) yang
antara lain melukiskan impian kolosal sang penjahat yang bernama Waska (Amak
Baldjun) mengadakan perampokan semesta.
ORKES MADUN IIb atawa
Sandek pemuda pekerja ini akan dibuka dengan prolog kelahiran Sandek sekaligus
juga merupakan epilog bagian IIa yang melukiskan keberangkatan Waska sang
penjahat dalam rangka pengembaraannya diangkasa luar. Bagian ini akan ditutup
dengan adegan hilangnya tokoh Sandek.